ASAS KEBEBASAN DAN KESEIMBANGAN BERKONTRAK PADA AKAD PEMBIAYAAN PERBANKAN SYARIAH
Perspektif Teori Hukum Ekonomi Islam
DOI:
https://doi.org/10.25299/konstitusi.2021.v15i1.9457Keywords:
Kebebasan dan keseimbangan berkontrak, Pembiayaan, Hukum Perbankan SyariahAbstract
Pada dasarnya asas kebebasan berkontrak ini menjelaskan terdapatnya keseimbangan dalam membuat suatu perjanjian atau kontrak kesepakatan. Asas kebebasan berkontrak (freedom of contract) yang dianut dalam hukum perjanjian yang diatur dalam KUHPerdata para pihak dalam suatu perjanjian memiliki kebebasan untuk membuat perjanjian dengan syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan (isi perjanjian) berupa apapun yang diinginkan dan disepakati oleh para pihak tersebut. Akan tetapi asas kebebasan berkontrak tersebut bukan tanpa batas, salah satu yang membatasi asas tersebut adalah undang-undang. Secara umum bahwa kontrak yang ada saat ini adalah kontrak yang didominasi dengan kontrak baku (standard contract). Pada asas kebebasan berkontrak dalam produk perjanjian merupakan ruh dalam menggapai adanya keadilan, akan tetapi pada faktanya kenapa banyak perjanjian yang ada dalam perjanjian perbankan syariah misalnya masih berbentuk kontrak (standard) yang mempunyai kecendrungan hilangnya makna kesamaan (Al-Musawah), keseimbangan dan adil (Al-Adalah). Tatanan praktis perjanjian di dunia perbankan menunjukan fenomena ketidakseimbangan akibat terkungkungnya kebebasan dalam suatu perikatan yang dapat dilihat dari berbagai klausul kontrak-kontrak konsumen yang didalamnya terdapat klausul-klausul yang memberatkan debitur (mudharib) dan cenderung menguntungkan kreditur (shahibul maal) serta mengandung unsur penganiayaan dan penindasan (dzulm). Dalam artikel ini, metode yang digunakan penulis adalah yuridis normatif dan empiris. Penulis menemukan bahwa perjanjian yang berbentuk standard kontrak adalah perjanjian yang tidak memenuhi asas kebebasan dan keseimbangan berkontrak, juga menemukan kiranya perlu untuk diterapkan mekanisme kontrak yang memenuhi asas kebebasan dan keseimbangan berkontrak dari mulai pra akad, pelaksanaan akad dan setelah akad berjalan termasuk jika terjadi sengketa perdata dalam perjanjian/akad tersebut, sehingga menghasilkan kontrak yang substansinya melindungi para pihak akan kerugian nilai (value) atau materi yang dapat diprediksi para pihak. Melalui kesalahan dalam ajaran normatif seyogyanya koorporasi dapat mempertanggungjawabkan tanpa mengaitkan koorporasi dengan pengurus yang mengelola koorporasi.