Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (Pkwt) Dalam Hubungan Kerja Menurut Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Dalam Perspektif Ham

Authors

  • Fithriatus Shalihah journal.uir.ac.id

DOI:

https://doi.org/10.25299/uirlrev.2017.1.02.955

Keywords:

Hubungan Kerja, Perjanjian Kerja Waktu Tertentu

Abstract

Ketentuan Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan pada pasal 59 secara umum telah diketahui belum efektif,  karena selain pengawasan dari pemerintah tidak berjalan, juga disebabkan oleh faktor kebutuhan lapangan pekerjaan pada kenyataannya lebih terhadap pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya tetap. Konsekuensi dari status hukum pekerja akibat pekerjaannya merupakan bagian inti dari proses produksi juga di dalam penerapannya tidak berjalan, sebab pengusaha tetap berpatokan kepada waktu 2 tahun dan pembaharuan untuk perpanjangan masa PKWT selama 1 tahun. Dalam praktek masa tenggang 30 hari yang diwajibkan oleh undang-undang juga lebih banya di abaikan, sebab pekerja tidak menginginkan kehilangan penghasilan karena tidak bekerja selama satu bulan. Menurut penulis, pengaturan yang tidak efektif di atas perlu dikaji ulang dengan mengedepankan kepentingan dari ke dua belah pihak. Sebuah aturan tidak akan mungkin bisa berjalan apabila tidak mencerminkan kebutuhan hukum dari masyarakat. Jika pembuat undang-undang bermaksud memberikan perlindungan hukum terhadap pekerja waktu tertentu dengan batasan waktu bekerja, maka rentang waktu yang diberikan menurut penulis layak dengan waktu maksimal 2 (dua) tahun tanpa ada permakluman lagi. Sehingga mau tidak mau setelah 2 tahun jika pengusaha tetap akan memakai pekerja dalam hubungan kerja wajib menaikkan statusnya sebagai pekerja waktu tidak tertentu atau pekerja tetap dengan menjamin semua hak-hak melekat padanya. Hukum dapat dijalankan sangat dipengaruhi oleh budaya hukum dari kesadaran hukum masyarakat. Budaya hukum yang baik sangat dipengaruhi oleh kesadaran hukum yang tinggi. Hukum ketenagakerjaan telah dibuat sedemikian rupa untuk menjamin terjaminnya hak-hak pekerja dalam hal ini adalah pekekja waktu tertentu. Kesadaran hukum akan menjadi barang mahal apabila faktor bergerak dalam menentukan efektif dan tidak efektifnmya sebuah produk hukum tetap mencari celah pembenar dalam melakukan hal-hal yang melanggar hak asasi pekerja.          

Downloads

Download data is not yet available.

References

A. Buku-Buku
A.Gunawan Setiardja, Hak-Hak Asasi Manusia Berdasarkan Ideologi Pancasila Kanisius, Yogyakarta, 1993.
Asri Wijayanti, Hukum Ketenagakerjaan Pasca reformasi, Sinar Grafika, Jakarta, 2006.
Adrian Sutedi, Hukum Perburuhan, Sinar Grafika, Jakarta, 2006.
A.Gunawan Setiardja, Hak-Hak Asasi Manusia Berdasarkan Ideologi Pancasila, Kanisius, Yogyakarta,1993.
Bayu Seto, Lex Mercatoria Baru dan arah Perkembangan Hukum Kontrak Indonesia Di dalam Era Perdagangan Bebas, Citra Aditya Bhakti, Bandung, 2003
C.S.T. Kansil, Pengantar llmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta,1989.
Harifin A.Tumpa, Peluang Dan Tantangan Eksistensi Pengadilan HAdi Indonesia,Kencana, Bandung, 2009.
John Rawl, A Theory Of Justice, Teori Keadilan Dasar-Dasar Filsafat Politik Untuk Mewujudkan Kesejahteraan Sosial Dalam Negara, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, cetakan ke 2, 2011.
R. Soebekti, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia, Pradnya Paramita, Jakarta.
B. Peraturan Perundang-Undangan.
Undang-Undang dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia
Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi nomor 19 tahun 2012
C. Artikel
Fithriatus Shalihah, Riau Pos, Opini : Outsourcing Dan Hukum Ketenagakerjaan, Sabtu, 23 Pebruari 2013, atau dalam Fithriatus Shalihah, riaupos.co/1714-opini-outsourcing-dan-hukum-ketenagakerjaan.html#Urt5U91WnM.

Published

2017-10-25